Roh dan ragaku menyatu di tengah alunan lembut milik raja dari segala raja. Masih sangat mengantuk, kupaksa mataku melirik telepon genggam yang sudah tergeletak di bawah tempat tidur. Pantas saja senandung itu melantun sendu, ternyata pukul 05.15 WIB. terlalu indah di dengar hingga membuatku melamun menikmatinya. Baru saja lamunanku akan di mulai, sekejap petuah mendoktrin otakku dan menyadarkan dari lamunan.
"sholat jika kau masih sayang dan ingat padaku, buatlah aku bangga sebagai ibumu. Walau aku tak lagi bisa untuk kau sentuh. Tapi sepenuhnya aku melihat dan mejagamu disisi berbeda."
Setidaknya itulah inti dari kalimat terakhir beliau ketika aku tak mampu lagi mengontrol diriku untuk tidak menangis sambil membisikkan sajak indah rajutan sang raja di telinga beliau sebelum dia sepenuhnya meninggalkanku menuju kehidupan yang sebenarnya.
Di satu sisi, saat aku masih berbaring, setan dan malaikat bertanding sangat sengit di mata dan kaki. Si setan terus memperjuangkan kewajiban mnereka menghalangiku melaksanakan petuah ibuku. Karena memang itulah pekerjaan mereka. Ternyata pagi ini lain cerita, malaikat memenagi pertandingan. Entah berapa skor dari pertandingan ini, tapi sudah jelas setan masih unggul.
Imbas dari pertandingan ini membuat mataku terbelalak seperti ketika aku melihat gadis cantik yang berjalan gontai melewati gesung lantai lima di kampusku yang sampai sekarang masih bobrok. Dan meringankan langkah kaki, sama persis saat aku bersemangat berlari mengejar seorang gadis untuk menanyai namanya juga nomor telponnya di masa lampau. Aku melangkah ke kamar kecil melakukan melakukan yang seharusnya sebelum menghadap sang raja. selesai dengan semuanya, aku bergerak menyusul lantunan lembut itu. Dalam perjalanan singkat tersebut, setan kembali mencoba menggoyah niatku.
"Untuk apa kau melakukan ini, toh besok kau akan meninggalkannya lagi." Setan menggoda.
"Setidaknya kau mencoba, walau besok mungkin kau lupa, namun kau harus berusaha." Malaikat sekan bicara padaku.
"tak ada kata terlambat." hatiku meneguhkan niatku.
Setan lagi-lagi kalah.
Seusai menghadap sang raja, aku menengadahkan tanganku dan menundukkan kepala. Bukannya untuk meminta sedekah, tentu saja untuk berdo'a. Di selang aku berdo'a, ibuku menyita seluruh isi kepalaku, hingga tanpa sadar air mata tak lagi terkontrol untuk berontak keluar dari mata. Mungkin ini air mata kedua setelah kejadian cukup pahit yang kualami d bulan-bulan awal aku menjadi mahasiswa, setelah ibuku tiada. Ketika itu kepalaku masih pelontos.
"Ah, masa lalu memang pahit."
Do'aku pun selesai. Keluar dari rumah sang raja matahari sudah mulai ingin unjuk gigi dengan dengan kemegahannya. Sungguh indah langit pagi itu berkolaborasi dengan kilau matahari.Aku pulang ke istanaku yang biasa di sebut "alam relaksasi" oleh salah seorang temanku yang berpostur lumayan proporsional, namun sayang dia terlalu sering bergelut dengan matahari hingga dia terlihat sedikit gelap. Dia menyebut seperti itu karena memang disinilah kami sejenak melepas kejenuhan dengan perkuliahan. Mendarat di tempat tidurku, berniat membaca untuk kesekian kalinya novel "Honeymoon With My Brother" yang kupinjam dari seorang senior yang entah sudah berapa bulan yang lalu aku pinjam, namun belum juga aku kembalikan. Baru beberapa paragraf terlewati, aku tertidur lagi.
Aku tersentak bebrapa jam kemudian, berkata dalam hati. "Detik ini akfitas rutin yang membosankan akan kumulai lagi, kuliah." Aku pun membersihkan badan alias mandi dan bersiap berangkat ke kampus.
Setelah selesai dengan satu mata kuliah, aku menanyakan bebrapa pertanyaan kepada seorang senior yang sudah pantas di panggil "om" bagiku. Dengan topik utama yang pertanyaanku adalah bosan. Aku mencatatkan bebrapa pertanyaan pada sebuah buku yang sudah aku kundang sejak semester dua, dan sekarang aku sudah semester empat, namun buku itu belum juga terisi penuh. Sekembalinya buku itu dari senior tersebut yang sudah berisi coretan tangan pujangga yang kelihatan sedang bahagia karena suatu hal yang menurutnya tidak aku ketahui. Jelas masih ada hubungannya dengan percintaan.
"Huh, mereka kira aku tidak bisa membaca situasi apa ?"
Hari ini tidak ada yang spesial kecuali aku yang menjadi lebih tenang. Dan di saat-saat tertentu aku mencuri waktu dari keramaian teman-teman dan senior unutk melakukan petuah ibuku. Kurasa kejenuhanku sudah mampu dikalahkan oleh gelak tawa yang hadir dikampus. Aku beranjak kembali menuju istanaku yang sangat megah, menurutku. Matahari pun sudah lelah dengan unjuk giginya. Sesampainya di rumah, giliran perutku yang berontak meminta haknya. Dan aku tersadar hari ini aku memberi hak perutku baru satu kali. Pantaas saja mereka berontak. Hak perutku pun terpenuhi. Dengan makan pernutup, ditemani sebatang rokok putih dan segelas teh hangat. Aku merasa harus terburu-buru membabat habis dua hal yang kuanggap makan penutup ini, karena mataku terasa sudah mulai berat.
Setelah perutku terasa sudah mulai stabil, aku melangkah ke kamar dan berbaring. Sembari menyetel alarm agar aku tak terlambat esok. Sebelum lepas landas aku sempat berfikir dan bertanya.
"Ada apa dengan hari ini ?"
"Hari ini terasa aneh namun sangata membuatku nyaman."
"apakah petuah ibuku ?"
"apa karena aku sudah kepala dua ? dan sudah waktunya berfikir sedikit lebih serius ?
"Ah, sudahlah, aku sudah cukup letih hari ini." Jawaban singkat keluar dari mulutku.
Akhirnya aku menutup langkah di hari yang panjang ini dan kembali melepas rohku untuk sejenak.
"sholat jika kau masih sayang dan ingat padaku, buatlah aku bangga sebagai ibumu. Walau aku tak lagi bisa untuk kau sentuh. Tapi sepenuhnya aku melihat dan mejagamu disisi berbeda."
Setidaknya itulah inti dari kalimat terakhir beliau ketika aku tak mampu lagi mengontrol diriku untuk tidak menangis sambil membisikkan sajak indah rajutan sang raja di telinga beliau sebelum dia sepenuhnya meninggalkanku menuju kehidupan yang sebenarnya.
Di satu sisi, saat aku masih berbaring, setan dan malaikat bertanding sangat sengit di mata dan kaki. Si setan terus memperjuangkan kewajiban mnereka menghalangiku melaksanakan petuah ibuku. Karena memang itulah pekerjaan mereka. Ternyata pagi ini lain cerita, malaikat memenagi pertandingan. Entah berapa skor dari pertandingan ini, tapi sudah jelas setan masih unggul.
Imbas dari pertandingan ini membuat mataku terbelalak seperti ketika aku melihat gadis cantik yang berjalan gontai melewati gesung lantai lima di kampusku yang sampai sekarang masih bobrok. Dan meringankan langkah kaki, sama persis saat aku bersemangat berlari mengejar seorang gadis untuk menanyai namanya juga nomor telponnya di masa lampau. Aku melangkah ke kamar kecil melakukan melakukan yang seharusnya sebelum menghadap sang raja. selesai dengan semuanya, aku bergerak menyusul lantunan lembut itu. Dalam perjalanan singkat tersebut, setan kembali mencoba menggoyah niatku.
"Untuk apa kau melakukan ini, toh besok kau akan meninggalkannya lagi." Setan menggoda.
"Setidaknya kau mencoba, walau besok mungkin kau lupa, namun kau harus berusaha." Malaikat sekan bicara padaku.
"tak ada kata terlambat." hatiku meneguhkan niatku.
Setan lagi-lagi kalah.
Seusai menghadap sang raja, aku menengadahkan tanganku dan menundukkan kepala. Bukannya untuk meminta sedekah, tentu saja untuk berdo'a. Di selang aku berdo'a, ibuku menyita seluruh isi kepalaku, hingga tanpa sadar air mata tak lagi terkontrol untuk berontak keluar dari mata. Mungkin ini air mata kedua setelah kejadian cukup pahit yang kualami d bulan-bulan awal aku menjadi mahasiswa, setelah ibuku tiada. Ketika itu kepalaku masih pelontos.
"Ah, masa lalu memang pahit."
Do'aku pun selesai. Keluar dari rumah sang raja matahari sudah mulai ingin unjuk gigi dengan dengan kemegahannya. Sungguh indah langit pagi itu berkolaborasi dengan kilau matahari.Aku pulang ke istanaku yang biasa di sebut "alam relaksasi" oleh salah seorang temanku yang berpostur lumayan proporsional, namun sayang dia terlalu sering bergelut dengan matahari hingga dia terlihat sedikit gelap. Dia menyebut seperti itu karena memang disinilah kami sejenak melepas kejenuhan dengan perkuliahan. Mendarat di tempat tidurku, berniat membaca untuk kesekian kalinya novel "Honeymoon With My Brother" yang kupinjam dari seorang senior yang entah sudah berapa bulan yang lalu aku pinjam, namun belum juga aku kembalikan. Baru beberapa paragraf terlewati, aku tertidur lagi.
Aku tersentak bebrapa jam kemudian, berkata dalam hati. "Detik ini akfitas rutin yang membosankan akan kumulai lagi, kuliah." Aku pun membersihkan badan alias mandi dan bersiap berangkat ke kampus.
Setelah selesai dengan satu mata kuliah, aku menanyakan bebrapa pertanyaan kepada seorang senior yang sudah pantas di panggil "om" bagiku. Dengan topik utama yang pertanyaanku adalah bosan. Aku mencatatkan bebrapa pertanyaan pada sebuah buku yang sudah aku kundang sejak semester dua, dan sekarang aku sudah semester empat, namun buku itu belum juga terisi penuh. Sekembalinya buku itu dari senior tersebut yang sudah berisi coretan tangan pujangga yang kelihatan sedang bahagia karena suatu hal yang menurutnya tidak aku ketahui. Jelas masih ada hubungannya dengan percintaan.
"Huh, mereka kira aku tidak bisa membaca situasi apa ?"
Hari ini tidak ada yang spesial kecuali aku yang menjadi lebih tenang. Dan di saat-saat tertentu aku mencuri waktu dari keramaian teman-teman dan senior unutk melakukan petuah ibuku. Kurasa kejenuhanku sudah mampu dikalahkan oleh gelak tawa yang hadir dikampus. Aku beranjak kembali menuju istanaku yang sangat megah, menurutku. Matahari pun sudah lelah dengan unjuk giginya. Sesampainya di rumah, giliran perutku yang berontak meminta haknya. Dan aku tersadar hari ini aku memberi hak perutku baru satu kali. Pantaas saja mereka berontak. Hak perutku pun terpenuhi. Dengan makan pernutup, ditemani sebatang rokok putih dan segelas teh hangat. Aku merasa harus terburu-buru membabat habis dua hal yang kuanggap makan penutup ini, karena mataku terasa sudah mulai berat.
Setelah perutku terasa sudah mulai stabil, aku melangkah ke kamar dan berbaring. Sembari menyetel alarm agar aku tak terlambat esok. Sebelum lepas landas aku sempat berfikir dan bertanya.
"Ada apa dengan hari ini ?"
"Hari ini terasa aneh namun sangata membuatku nyaman."
"apakah petuah ibuku ?"
"apa karena aku sudah kepala dua ? dan sudah waktunya berfikir sedikit lebih serius ?
"Ah, sudahlah, aku sudah cukup letih hari ini." Jawaban singkat keluar dari mulutku.
Akhirnya aku menutup langkah di hari yang panjang ini dan kembali melepas rohku untuk sejenak.
Categories:
Ocehan2ku