by Just Abim
Aku takkan pernah suka bilamana engkau menatap ke arahku dengan rasa ketidaksukaanmu itu.
Seakan-akan sel-sel otakmu kian berserabutan seiring aku berlalu-lalang di setapakmu.
Apakah sebegitu terganggunya siklus hidupmu, saat aku (masih) coba menyelinap diantara kesibukan-kesibukan kecilmu.
Aku tak ingin mengusik engkau dengan segelas lemon-mu di meja bundar itu.
Tak terniat untuk alihkan fokusmu dari buku merah jambu itu.
Dan jujur, tiada pernah terpikirkan tuk buyarkan detik-detik lelap dari lelahmu manakala serigala kota melolong riang di bawah pendaran purnama.
Bahkan aku akan berdialog dulu dengan otak kiriku sebelum memukulmu dengan penggaris kuningku, disaat seekor anak nyamuk hinggap di pelataran pipi delima-mu.
Ada sepasang kucing saling mengaum riuh rendah di balik bilik, belakang jendela kamarku.
Semoga saja mereka tidak sedang mendiskusikan tentang kita, kau dan aku. Aku tak ingin mereka tau perihal masa kita.
Perihal yang entah itu kebencian yang sebenarnya, atau hanya suatu bentuk kamuflase dari kepura-puraanmu (atas perasaan).
Jika itu memang sebuah kebencian, maka biarkan (sesaat) kebencian itu terus mengalun senada tarian asap rokok kretek-ku.
Tapi…lain hal jika kebencian itu hanya kepura-puraanmu yang memunculkan sebias fatamorgana,
maka sungguh engkau bisa melampaui seorang Cleopatra di sana.
Teruntuk sebuah realita yang berpura aku telah bersiap memerankan seorang Julius yang nantinya menyimpan sebungkus kebencian dalam kotak Pandora.
Tapi tenanglah... aku tidak akan dan tidak bisa membencimu.
Kebencian ku hanya pada sebuah kebencian, aku hanya membenci kebencianmu. Dan…ya…aku (masih) akan tetap menyelinap diantara kesibukan kecilmu, memperhatikan riak-riak segelas lemon di meja bundarmu,
menghitung tiap helaian buku merah jambu-mu,
menjaga lelap lelahmu,
dan bergaduh dengan nyamuk yang bertengger di pipi delima-mu dengan penggaris kuningku.
Hanya dengan itu… aku…membenci kebencianmu.
Categories:
Ocehan2ku